20-tentara-meninggalkan-akibat-serangan-jihadis

20 Tentara Meninggalkan Akibat Serangan Jihadis. Pada 11 September 2025, sebuah serangan jihadis di wilayah Sahel, tepatnya di Mali utara, menewaskan 20 tentara dalam penyergapan brutal. Insiden ini menambah daftar panjang kekerasan di kawasan yang dilanda konflik antara kelompok ekstremis dan pasukan pemerintah. Serangan tersebut, yang diklaim oleh kelompok afiliasi Al-Qaeda, Jama’at Nasr al-Islam wal Muslimin (JNIM), memicu kekhawatiran global tentang stabilitas di Sahel. Apa bentuk serangan ini, dari mana tentara-tentara tersebut berasal, dan apakah konflik ini berpotensi meluas? Berikut ulasannya. BERITA BASKET

Serangan Jihadis Ini Berupa Apa
Serangan terjadi di dekat kota Tessit, Mali, ketika konvoi militer disergap oleh puluhan militan JNIM yang menggunakan taktik gerilya. Menurut laporan resmi, serangan dimulai dengan ledakan bom pinggir jalan (IED) yang menghancurkan dua kendaraan lapis baja, diikuti tembakan senapan mesin dan roket dari penyergap. Pertempuran berlangsung selama tiga jam, dengan militan memanfaatkan medan gurun dan vegetasi untuk menyulitkan respons militer. Selain 20 tentara yang tewas, 15 lainnya luka-luka, dan tiga kendaraan hancur. JNIM mengklaim serangan ini sebagai balasan atas operasi militer Mali yang didukung Prancis dan PBB di wilayah Gao.

Kelompok jihadis di Sahel dikenal menggunakan kombinasi IED, serangan cepat, dan penyergapan untuk melemahkan pasukan pemerintah. Data dari Armed Conflict Location & Event Data Project (ACLED) mencatat bahwa JNIM telah melakukan lebih dari 150 serangan sepanjang 2024, dengan 60% di antaranya menargetkan militer. Serangan ini juga menunjukkan peningkatan kecanggihan, dengan penggunaan drone pengintai murah untuk memantau pergerakan konvoi sebelum serangan.

Darimana Tentara-tentara Tersebut Berasal
Dari 20 tentara yang tewas, 14 berasal dari angkatan bersenjata Mali, sementara enam lainnya adalah anggota pasukan multinasional MINUSMA (Misi PBB untuk Stabilisasi di Mali). Tentara Mali sebagian besar adalah prajurit muda dari resimen infanteri yang ditempatkan di Tessit untuk mengamankan rute perdagangan utama. Enam tentara MINUSMA berasal dari Burkina Faso (tiga orang), Senegal (dua orang), dan Chad (satu orang), yang merupakan bagian dari kontingen 12.000 pasukan PBB di Mali. Pasukan ini terdiri dari unit-unit terlatih untuk operasi kontra-terorisme, meski sering kali kekurangan peralatan canggih dibandingkan militan.

MINUSMA telah beroperasi di Mali sejak 2013, dengan tujuan menstabilkan wilayah yang dikuasai kelompok ekstremis. Namun, pasukan ini sering menjadi sasaran karena dianggap sebagai “penjajah” oleh kelompok seperti JNIM. Tentara Mali sendiri menghadapi tantangan pelatihan dan logistik, dengan hanya 40% pasukan yang dilengkapi kendaraan lapis baja memadai, menurut laporan PBB pada 2024.

Apakah Perang Ini Akan Menjadi Lebih Besar
Konflik di Sahel, termasuk serangan ini, memiliki potensi untuk meluas jika tidak ditangani dengan strategi yang efektif. Wilayah ini sudah menjadi medan pertempuran antara kelompok jihadis, pemerintah lokal, dan pasukan internasional, dengan lebih dari 2.500 kematian akibat kekerasan pada 2024, menurut ACLED. Faktor pendorong eskalasi meliputi kemiskinan ekstrem, ketidakstabilan politik pasca-kudeta di Mali dan Burkina Faso, serta ketersediaan senjata dari konflik Libya.

Prancis, yang mengurangi kehadiran militernya di Sahel sejak 2023, masih mendukung operasi melalui pelatihan dan intelijen, tetapi penarikan pasukan Eropa meningkatkan tekanan pada MINUSMA dan pasukan lokal. Jika serangan seperti ini terus berlanjut, kelompok jihadis bisa memperluas pengaruhnya ke negara tetangga seperti Niger atau Mauritania. Namun, eskalasi ke perang regional besar kemungkinan kecil dalam jangka pendek karena keterbatasan sumber daya militan dan tekanan dari operasi kontra-terorisme internasional. Meski begitu, tanpa solusi politik untuk mengatasi akar masalah seperti korupsi dan kemiskinan, konflik ini akan sulit mereda.

Kesimpulan: 20 Tentara Meninggalkan Akibat Serangan Jihadis
Serangan jihadis di Mali yang menewaskan 20 tentara pada September 2025 menyoroti kerentanan wilayah Sahel terhadap kekerasan ekstremis. Dengan taktik penyergapan canggih dan korban dari Mali dan pasukan MINUSMA, insiden ini mencerminkan tantangan besar dalam menjaga stabilitas. Meski ada risiko eskalasi, konflik ini kemungkinan akan tetap terlokalisasi di Sahel kecuali ada intervensi besar atau destabilisasi lebih lanjut. Dunia perlu memperhatikan krisis ini, dengan fokus pada solusi jangka panjang seperti pembangunan ekonomi dan dialog politik, untuk mencegah Sahel menjadi ladang konflik yang lebih luas. Solidaritas internasional dan strategi yang lebih baik akan krusial untuk mengakhiri siklus kekerasan ini.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *