Demo Besar-besaran Terjadi di Prancis Saat Ini. Asap mengepul di jalan-jalan Paris, suara sirene memecah hiruk-pikuk kerumunan, dan ribuan suara bersatu menuntut perubahan—ini bukan adegan dari film aksi, tapi kenyataan di Prancis saat ini. Pada 18 September 2025, gelombang protes besar-besaran melanda negara itu, dengan ratusan ribu hingga jutaan orang turun ke jalan menentang pemotongan anggaran pemerintah. Serikat buruh seperti CGT memimpin aksi mogok nasional, melumpuhkan transportasi umum, sekolah, dan layanan kesehatan. Di tengah krisis politik yang memuncak—dengan tiga perdana menteri diganti dalam setahun—Presiden Emmanuel Macron menghadapi tekanan terberat. Protes ini, yang dimulai dari gerakan “Bloquons Tout” pada 10 September, menandai puncak kemarahan atas kebijakan austerity yang dianggap merampok rakyat biasa. Apa yang sebenarnya terjadi di sana, dan mengapa ini begitu masif? Mari kita kupas langkah demi langkah. BERITA BOLA
Bagaimana Kondisi di Prancis Saat Ini: Demo Besar-besaran Terjadi di Prancis Saat Ini
Prancis saat ini seperti panci tekanan yang siap meledak, dengan gejolak politik dan ekonomi yang saling bertabrakan. Krisis dimulai setelah pemilu legislatif Juni 2025 yang memecah parlemen menjadi tiga blok tanpa mayoritas, memaksa Macron mengganti perdana menteri ketiga kalinya dalam setahun—dari Michel Barnier ke François Bayrou, lalu Sébastien Lecornu. Bayrou jatuh pada 8 September karena rencana pemotongan anggaran 44 miliar euro untuk 2026, yang bertujuan tekan defisit negara yang hampir dua kali batas UE. Hasilnya? Kekacauan: kereta api terhenti, bus dan tram mogok, sembilan dari sepuluh apotek tutup, dan satu dari enam guru di sekolah dasar serta menengah ikut mogok.
Protes 18 September melibatkan delapan serikat buruh utama, termasuk CFDT dan CGT, yang menggelar demonstrasi di kota-kota besar seperti Paris, Lyon, Marseille, dan Nantes. Kementerian Dalam Negeri catat 600.000 hingga 900.000 peserta, sementara CGT klaim lebih dari satu juta—dua kali lipat dari 10 September. Di Paris, 50.000 hingga 100.000 orang berbaris, dengan siswa memblokir ratusan sekolah. Bentrokan sporadis pecah: polisi antihuru-hara gunakan gas air mata di Nantes dan Lyon, tiga orang luka ringan, dan 140 ditangkap. Pemerintah kerahkan 80.000 polisi, gendarm, drone, dan kendaraan lapis baja—skala terbesar sejak gerakan pensiun 2023. Ekonomi terganggu: penerbangan tertunda di bandara, rumah sakit kekurangan staf, dan lalu lintas lumpuh. Ini bukan protes biasa; ini ledakan frustrasi atas stagnasi upah, inflasi, dan utang negara yang membengkak, di tengah elit politik yang dianggap gagal.
Apa yang Mereka Suarakan Dalam Demo Tersebut
Pesan utama dari demonstran sederhana tapi menusuk: “Keadilan sosial dan pajak adil!” Mereka menentang pemotongan anggaran yang dianggap memukul kelas pekerja—5,5 miliar euro dipangkas dari rumah sakit, reformasi pensiun yang memaksa usia pensiun naik, dan kenaikan PPN energi ke 20%. Sandrine, buruh bangunan dari Lyon yang tergabung CGT, bilang ini soal pemilik perusahaan kaya raya sementara gaji stagnan. Spanduk “Macron Mundur” dan “Hentikan Pencurian” bertebaran, menarget Macron dan Lecornu sebagai simbol elit disfungsional.
Selain isu domestik, ada nada solidaritas global: bendera Palestina terlihat di Marseille, di mana demonstran blokir pabrik senjata Eurolinks yang diduga suplai ke Israel. Mereka tuntut tutup “pabrik genosida” dan dukung Palestina di Gaza. Pemuda dan siswa soroti ketidakpastian kampus, sementara pekerja transportasi dan guru tuntut perlindungan hak buruh. Koordinator LFI Manuel Bompard hadir di Paris, dorong aksi sebagai peringatan jelas ke Lecornu. Secara keseluruhan, ini bukan sekadar mogok; ini seruan untuk reformasi sistemik, di mana rakyat biasa rasakan beban utang negara yang seharusnya ditanggung korporasi dan kaya raya. “Ini peringatan, peringatan tegas,” kata Marylise Leon dari CFDT, menekankan tekanan ke parlemen yang terpecah.
Apakah Ini Bisa Menjadi Salah Satu Demo Terbesar di Dunia
Ya, ini berpotensi jadi salah satu yang terbesar, meski belum capai puncak sejarah. Dengan estimasi satu juta peserta, protes 18 September melebihi demonstrasi pensiun 2023 yang tarik 280.000 hingga satu juta orang, dan dua kali lipat dari “Bloquons Tout” 10 September (197.000-250.000). Bandingkan dengan Yellow Vests 2018 yang mingguan tarik ratusan ribu, atau Libération Sud 1944 dengan 100.000 di Paris. Secara global, ini mirip Women’s March 2017 AS (4-5 juta) atau protes Hong Kong 2019 (2 juta), tapi di Eropa, ini terbesar sejak anti-austerity Yunani 2015.
Apa yang bikin istimewa? Skalanya nasional, dengan 596 pengumpulan dan 253 blokade, plus partisipasi lintas sektor—dari guru hingga apoteker. Dukungan delapan serikat buruh bikin momentum kuat, dan media sosial amplifikasi suara, seperti video bentrokan polisi yang viral. Namun, belum capai rekor dunia seperti protes Venezuela 2017 (5-7 juta). Jika berlanjut, terutama dengan aksi petani 26 September, ini bisa eskalasi jadi gerakan ikonik. Analis bilang, di tengah krisis UE, ini bisa inspirasi negara lain seperti Jerman atau Spanyol yang hadapi defisit serupa.
Kesimpulan: Demo Besar-besaran Terjadi di Prancis Saat Ini
Demo besar-besaran di Prancis 18 September 2025 adalah jeritan rakyat atas sistem yang timpang, di mana austerity pukul yang lemah sementara elit selamat. Dengan ratusan ribu hingga jutaan suara bersatu, ini tekanan nyata ke Macron dan Lecornu untuk revisi anggaran—atau hadapi gelombang lebih besar. Bentrokan dengan polisi ingatkan betapa rapuhnya stabilitas, tapi juga kekuatan solidaritas buruh dan pemuda. Di dunia yang penuh ketidakadilan ekonomi, pelajaran dari Paris jelas: abaikan suara jalanan, dan ledakan tak terhindarkan. Bagi Prancis, ini momen krusial—apakah jadi katalis perubahan, atau hanya babak baru kekacauan? Satu hal pasti: rakyat tak lagi diam.