houthi-menahan-9-staff-pbb-di-yaman

Houthi Menahan 9 Staff PBB di Yaman. Di tengah kekacauan Yaman yang tak kunjung usai, kelompok Houthi kembali bikin dunia geleng-geleng kepala dengan menahan sembilan staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini. Insiden ini, yang diumumkan pada 6 Oktober 2025, bawa total staf PBB yang ditahan sewenang-wenang oleh otoritas de facto Houthi jadi 53 orang sejak 2021. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres langsung kutuk keras tindakan ini, sebut itu pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan ancaman serius bagi misi kemanusiaan. Dengan Yaman yang sudah jadi neraka bagi 18 juta orang yang butuh bantuan, penahanan ini tambah rumit upaya global selamatkan nyawa di tengah perang saudara yang berlarut. Artikel ini kupas kronologi penahanan, respons PBB, serta dampaknya bagi situasi darurat di Yaman—semua di saat negosiasi damai mentok dan serangan rudal Houthi ke Israel makin sering. BERITA TERKINI

Kronologi Penahanan dan Identitas Korban: Houthi Menahan 9 Staff PBB di Yaman

Penahanan sembilan staf PBB ini terjadi secara bertahap sepanjang minggu lalu di berbagai lokasi di wilayah utara Yaman yang dikuasai Houthi, terutama Sanaa dan Hodeidah. Menurut juru bicara PBB Stéphane Dujarric, korban termasuk pegawai dari badan seperti UNICEF, WHO, dan IOM—kebanyakan lokal Yaman yang sudah bertahun-tahun bantu distribusi makanan, vaksin, dan air bersih. Beberapa ditangkap saat keluar dari kantor PBB, sementara yang lain dijem di rumah pribadi tanpa pemberitahuan sebelumnya. Houthi tuduh mereka “bekerja untuk agenda asing”, tapi PBB tegas: ini murni detensi sewenang-wenang tanpa bukti atau proses hukum.

Ini bukan pertama kalinya. Sejak 2021, Houthi sudah tahan puluhan staf PBB, termasuk enam yang baru dibebaskan Juni lalu setelah tekanan diplomatik. Yang terbaru ini, satu staf UNICEF—seorang ibu rumah tangga yang koordinasi program nutrisi anak—dituduh “spionase” hanya karena kontaknya dengan mitra internasional. Kondisi mereka tak jelas: PBB tak punya akses, dan laporan awal sebut beberapa alami interogasi kasar. Di media sosial Yaman, hashtag #FreeUNStaffYemen banjir sejak 5 Oktober, dengan keluarga korban bagikan foto dan cerita pribadi yang bikin hati pilu. Kronologi ini tunjukkan pola: Houthi pakai penahanan sebagai alat tekanan politik, terutama saat sanksi AS dan UE makin ketat pasca-serangan mereka ke kapal dagang di Laut Merah.

Respons PBB dan Komunitas Internasional: Houthi Menahan 9 Staff PBB di Yaman

PBB tak tinggal diam. Guterres, dalam pernyataan resmi 6 Oktober, sebut detensi ini “tidak dapat diterima” dan tuntut pembebasan segera tanpa syarat. Ia ingatkan Houthi soal kewajiban mereka lindungi pekerja kemanusiaan di bawah Konvensi Jenewa, plus ancam eskalasi sanksi PBB. Delegasi PBB di Yaman langsung hubungi pemimpin Houthi Abdul-Malik al-Houthi via saluran diplomatik, tapi respons minim—hanya janji “pertimbangkan” yang samar.

Komunitas internasional ikut geram. AS, via juru bicara Kementerian Luar Negeri, sebut ini “tindakan biadab” dan siap tambah sanksi ekonomi terhadap pemimpin Houthi. Inggris dan Prancis, sebagai penanggung jawab resolusi PBB soal Yaman, usul sidang darurat Dewan Keamanan minggu depan. Sementara itu, Mesir dan Oman—mediator tradisional—desak dialog, tapi Houthi balas dengan pernyataan keras: “Kami lindungi kedaulatan dari campur tangan asing.” Di sisi lain, kelompok hak asasi seperti Human Rights Watch panggil ini “serangan terhadap kemanusiaan”, dengan laporan mereka sebut 90% staf PBB di Yaman kini ragu lanjut kerja karena ancaman. Respons ini cepat, tapi efektif? Belum tentu—sejarah tunjukkan Houthi sering abaikan tekanan sampai ada insentif nyata.

Dampak pada Bantuan Kemanusiaan dan Situasi Yaman

Penahanan ini pukul keras operasi bantuan di Yaman, negara yang 80% penduduknya bergantung pada asisten PBB. Dengan 53 staf terjebak, distribusi makanan untuk 13 juta orang terancam macet, terutama di musim hujan yang bikin kolera meledak lagi. UNICEF laporkan, program vaksinasi anak turun 40% sejak Agustus, dan sekarang stafnya yang ditahan bikin tim ragu kirim pasukan medis ke daerah Houthi. Di Hodeidah, pelabuhan utama bantuan, pengiriman tepung dan obat-obatan tertunda seminggu, picu kelaparan di kalangan anak-anak yang sudah kurus kering.

Lebih luas, ini tambah isolasi Houthi. Dukungan Iran mereka kuat, tapi sanksi global bikin ekonomi Sanaa ambruk—inflasi 50% tahun ini. Di pihak lain, pemerintah Yaman yang diakui internasional di Aden sebut ini bukti Houthi “teroris”, dorong serangan balasan di Marib. Bagi warga biasa, dampaknya tragis: satu keluarga di Saada cerita ke wartawan lokal, “Anak kami butuh obat dari PBB, tapi sekarang tak ada yang berani datang.” Ini jadi lingkaran setan: perang saudara yang bunuh 377.000 orang sejak 2015 kini tambah parah karena blokade bantuan. Saat Trump di AS dorong “tekanan maksimal” ke Houthi via tweet 7 Oktober, jelas dunia butuh solusi cepat—bukan cuma kutukan, tapi jaminan aman bagi pekerja garis depan.

Kesimpulan

Penahanan sembilan staf PBB oleh Houthi di Yaman Oktober 2025 bukan sekadar berita buruk, tapi alarm merah bagi kemanusiaan global. Dari kronologi detensi yang kejam hingga respons internasional yang tegas, plus dampak mematikan bagi jutaan warga Yaman, kasus ini ungkap betapa rapuhnya upaya damai di Timur Tengah. Dengan total 53 sandera PBB, tekanan harus naik: sanksi lebih keras, dialog sungguhan, dan jaminan keamanan bagi pekerja bantuan. Saat musim dingin mendekat dan kelaparan mengintai, dunia tak boleh diam—pembebasan segera bisa jadi langkah pertama ke arah perdamaian. Yaman butuh bantuan, bukan tambahan korban; semoga kali ini, kata-kata berubah jadi aksi nyata.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *