jerman-dan-spanyol-beda-pandangan-soal-konflik-gaza

Jerman dan Spanyol Beda Pandangan soal Konflik Gaza. Pertemuan antara Kanselir Jerman Friedrich Merz dan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez di Madrid pada 18 September 2025 menyoroti perbedaan tajam kedua negara soal konflik Gaza. Meski keduanya kritik keras operasi militer Israel yang picu krisis kemanusiaan, Jerman tetap teguh dukung hak bela diri Israel, sementara Spanyol ambil langkah tegas seperti embargo senjata dan tuduhan genosida. Merz akui “pandangan berbeda” dan “kesimpulan berbeda” soal situasi Gaza, tapi tekankan Jerman tak akan akui negara Palestina seperti Spanyol lakukan tahun lalu. Sánchez, yang pimpin pemerintahan kiri, sebut Israel “eks-terminasi rakyat tak berdosa” dan dorong sanksi UE lebih luas. Konteksnya pasca-laporan PBB yang tuduh Israel genosida, di tengah korban sipil Gaza capai 65 ribu jiwa sejak Oktober 2023. Pertemuan ini bagian dari upaya koordinasi UE jelang KTT Kopenhagen 1 Oktober, di mana Jerman tolak sanksi lebih dari batas ekspor senjata, sementara Spanyol dukung penuh proposal Komisi Eropa. Perbedaan ini bukan baru: sejak serangan Hamas, Spanyol vokal kritik Netanyahu, sementara Jerman hadapi tekanan domestik—76 persen warga anggap aksi Israel tak dibenarkan—tapi tetap pegang “alasan negara” historis pasca-Holokaus. Ini jadi ujian bagi UE: bisakah blok 27 negara bersatu tekan gencatan senjata, atau perpecahan ini bikin Israel makin terisolasi? BERITA BOLA

Apa Perbedaan Mereka Berdua Mengenai Konflik Gaza: Jerman dan Spanyol Beda Pandangan soal Konflik Gaza
Perbedaan Jerman dan Spanyol soal Gaza terlihat jelas di pendekatan diplomatik dan tindakan konkret. Jerman, di bawah Merz, prioritaskan dukungan tak tergoyahkan ke Israel sebagai “alasan negara” akibat tanggung jawab Holokaus, tapi mulai kritik “tak proporsional” dan “tak bisa dipahami” atas penderitaan sipil. Mereka hentikan ekspor senjata yang bisa dipakai di Gaza sejak Agustus 2025, tapi tolak sanksi luas seperti embargo perdagangan atau larangan masuk pejabat Israel. Jerman juga tolak akui negara Palestina dan tak terima pengungsi Gaza, fokus pada gencatan senjata via dialog dengan Netanyahu—Merz bahkan undang PM Israel ke Berlin meski ICC keluarkan surat tangkap. Sebaliknya, Spanyol ambil sikap proaktif: akui Palestina Mei 2024, gabung gugatan genosida Afrika Selatan di ICJ, dan umumkan embargo senjata total plus larangan kapal bahan bakar Israel lewat pelabuhan mereka pada September 2025. Sánchez sebut aksi Israel “eks-terminasi” dan dorong UE sanksi ekonomi, termasuk review kesepakatan kerjasama. Perbedaan ini muncul di KTT UE: Spanyol, Irlandia, Prancis dukung sanksi, sementara Jerman, Italia, Hongaria blokir. Domestik, 78 persen Spanyol dukung Palestina, banding 76 persen Jerman kritik Israel—tapi politik Jerman lebih hati-hati, tak sebut genosida meski survei tunjuk tekanan publik. Ini bikin UE terbelah: Spanyol pimpin koalisi progresif, Jerman wakili konservatif yang takut tuduhan antisemitisme.

Pandangan Konflik Gaza Menurut Spanyol
Spanyol lihat konflik Gaza sebagai pelanggaran hukum internasional yang butuh intervensi tegas, bukan sekadar kritik verbal. Sánchez sebut perang Israel “satu episode tergelap hubungan internasional abad 21,” dengan tuduhan genosida atas bom rumah sakit dan kelaparan yang bunuh anak-anak. Sejak Oktober 2023, Spanyol larang ekspor senjata de facto, tapi September 2025 formalisasi jadi undang-undang, plus larang impor barang pemukiman Barat—langkah dukung Palestina yang Sánchez bilang “harus dilakukan lebih awal.” Mereka tingkatkan bantuan Gaza jadi 150 juta euro hingga 2026, termasuk 10 juta untuk UNRWA, dan larang masuk pelaku “genosida” seperti Netanyahu. Sánchez dorong sanksi UE, termasuk review kesepakatan perdagangan, dan host pertemuan Eropa-Arab Mei 2025 untuk tekan gencatan. Di budaya, Spanyol ancam boikot Eurovision 2026 jika Israel ikut, dan dukung protes Vuelta a España yang blokir tim Israel. Albares, Menteri Luar Negeri, sebut okupasi Gaza “ilegal total” dan tuduh Netanyahu ubah Gaza jadi “kuburan massal.” Pandangan ini akar dari sejarah Spanyol: dukung Palestina sejak 2014, dengan 82 persen warga anggap Israel lakukan genosida. Spanyol tolak tuduhan antisemitisme dari Israel—yang larang dua menteri Spanyol masuk—dan panggil duta besar mereka pulang. Bagi Sánchez, ini soal konsistensi: kritik Rusia di Ukraina, kenapa tak sama untuk Gaza?

Pandangan Konflik Gaza Menurut Jerman
Jerman pandang konflik Gaza lewat lensa historis: dukung mutlak hak Israel bertahan diri pasca-Holokaus, tapi mulai kritik keras atas eskalasi yang “tak lagi dibenarkan.” Merz sebut operasi Israel “disproporsional” dan picu penderitaan sipil “tak bisa dipahami,” tapi tekankan Hamas yang mulai dengan serangan 7 Oktober 2023 yang bunuh 1.200 warga. Agustus 2025, Jerman hentikan ekspor senjata senilai 485 juta euro yang bisa dipakai Gaza, tapi ini sementara—Merz bilang akan lanjut dialog dengan Netanyahu, termasuk undang dia ke Jerman meski ICC tangkap. Mereka tolak sanksi UE lebih luas, termasuk embargo perdagangan, dan tak akui Palestina atau terima pengungsi Gaza. Wadephul, Menteri Luar, sebut Jerman tekan Israel biar izinkan bantuan lebih banyak, tapi kritik “tanpa konsekuensi” karena tak blokir ICC warrant. Domestik, 83 persen warga dukung hentikan ekspor senjata, dan Merz hadapi tekanan dari kiri seperti Die Linke yang tuduh pemerintah complicit. Tapi Merz pertahankan: dukung Israel “tak boleh dimanfaatkan untuk konflik Gaza,” dan tolak label genosida karena “tak ada niat hapus etnis.” Jerman tingkatkan bantuan kemanusiaan via UE, tapi fokus stabilkan gencatan November 2024 dan bebaskan sandera. Ini keseimbangan sulit: sejarah bikin Jerman hati-hati, tapi opini publik dorong perubahan.

kesimpulan: Jerman dan Spanyol Beda Pandangan soal Konflik Gaza
Perbedaan Jerman dan Spanyol soal Gaza tunjukkan retak UE: Spanyol pimpin tekanan progresif dengan embargo dan tuduhan genosida, sementara Jerman pegang garis historis dukung Israel meski kritik eskalasi. Pertemuan Merz-Sánchez di Madrid akui “pandangan berbeda,” tapi tak hasilkan kesepakatan—Jerman tolak sanksi luas, Spanyol dorong penuh. Ini berdampak besar: UE terbelah jelang Kopenhagen, Israel makin terisolasi, dan Gaza tetap darurat dengan 90 persen penduduk mengungsi. Bagi kedua negara, ini soal nilai: Spanyol tekankan hak asasi universal, Jerman ingat tanggung jawab Holokaus. Solusi? Dialog tegas via UE untuk gencatan permanen, bantuan masif, dan jalan dua negara—seperti Sánchez dan Merz sepakat. Tanpa kompromi, perpecahan ini bisa perlemah Eropa di Timur Tengah, dan biarkan Netanyahu lanjut tanpa hambatan. Waktu Gaza habis; UE harus pilih: bicara kosong atau aksi nyata.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *