Jurnalis Prancis Meninggal Usai Terkena Serangan Drone. Pagi Jumat, 3 Oktober 2025, langit Donbas yang kelabu berubah mencekam saat ledakan drone Rusia hantam posisi garis depan di Ukraina timur. Antoni Lallican, jurnalis foto Prancis berusia 37 tahun, tewas seketika di tempat kejadian—korban terbaru dalam perang yang sudah berlangsung 3,5 tahun. Ia sedang bertugas untuk agensi Hans Lucas, dokumentasikan perjuangan tentara Ukraina saat serangan mendadak itu datang. Satu jurnalis Ukraina, Heorgiy Ivanchenko, selamat meski luka berat, sementara Lallican tak sempat kabur. Presiden Emmanuel Macron langsung sebut ini “korban serangan drone Rusia”, tambah daftar tragis 17 jurnalis tewas sejak invasi Februari 2022. Insiden ini bukan cuma duka bagi dunia jurnalisme, tapi sorotan tajam pada bahaya profesi di zona perang—di mana kamera jadi target, bukan saksi. Saat jenazah Lallican dibawa pulang ke Paris, pertanyaan bergaung: bagaimana lindungi pewaris kebenaran di medan yang tak kenal ampun? BERITA TERKINI
Detail Serangan di Garis Depan Donbas: Jurnalis Prancis Meninggal Usai Terkena Serangan Drone
Serangan terjadi sekitar pukul 09.00 waktu setempat di dekat desa kecil di wilayah Donetsk, bagian Donbas yang jadi medan perang panas sejak 2014. Lallican dan Ivanchenko sedang liput operasi militer Ukraina, lengkap dengan rompi antipeluru dan helm standar jurnalis perang. Mereka posisikan di parit sementara, ambil foto tentara yang lawan pasukan Rusia. Tiba-tiba, drone Orlan-10 Rusia—senjata pengintai murah tapi mematikan—lempar granat, hantam tepat lokasi mereka. Ledakan itu hancurkan peralatan foto Lallican, termasuk kamera Nikon kesayangannya, dan tinggalkan kawah selebar dua meter.
Menurut militer Ukraina, drone itu bagian serangan rutin Rusia untuk tekan garis depan, dengan 50 insiden serupa pekan itu. Ivanchenko, yang luka di kaki dan lengan, cerita ke rekan AFP: “Kami dengar dengungnya dulu, lalu boom—Antoni roboh di sampingku.” Tim medis evakuasi tiba 20 menit kemudian, tapi Lallican sudah tak bernapas, kena serpihan di dada dan kepala. Jenazahnya dievakuasi helikopter ke Kharkiv, lalu ke Polandia untuk identifikasi. Agen Hans Lucas konfirmasi kematiannya Jumat siang, sebut Lallican “prajurit cahaya” yang dedikasikan hidup untuk cerita konflik. Insiden ini tambah statistik suram: sejak 2022, Rusia tuduh bunuh 12 jurnalis asing di Ukraina, mayoritas via drone atau artileri.
Karir Lallican dan Dedikasinya pada Jurnalisme Perang: Jurnalis Prancis Meninggal Usai Terkena Serangan Drone
Antoni Lallican bukan nama baru di dunia fotojurnalisme; pria asal Lyon ini mulai karir sejak 2010, spesialisasi konflik Timur Tengah dan Eropa Timur. Lulusar École Nationale Supérieure Louis-Lumière, ia bergabung Hans Lucas pada 2015, liput perang Suriah di mana foto-fotonya tentang pengungsi Aleppo raih World Press Photo 2017. Di Ukraina, Lallican sudah tiga kali bertugas sejak 2022, hasilkan ribuan gambar yang tayang di Le Monde dan The Guardian—gambarkan kehancuran Mariupol dan ketangguhan Kyiv.
Teman-temannya ingat ia sebagai sosok rendah hati tapi gigih: “Antoni selalu bilang, ‘Foto bukan soal like, tapi ingatkan dunia jangan lupakan’,” kata rekannya di Paris. Ia tolak tawaran liputan aman di Prancis, pilih garis depan karena “kebenaran butuh saksi mata”. Keluarganya, istri dan dua anak kecil, tunggu kabar di rumah Lyon; mereka sebut kematiannya “harga keberanian”. Komite Pelindung Jurnalis (CPJ) catat Lallican korban ke-17, naikkan kekhawatiran soal akses media di Ukraina—di mana 80% jurnalis asing bergantung izin militer, tapi tetap rentan serangan targeted. Dedikasinya ingatkan profesi ini: bukan glamor, tapi panggilan untuk suara tak terdengar.
Respons Internasional dan Seruan Perlindungan Jurnalis
Dunia langsung bereaksi, campur duka dan kemarahan. Macron tweet pagi Sabtu: “Antoni Lallican jadi korban barbarisme Rusia—kami tak lupa, tak maafkan.” Prancis umumkan investigasi nasional, tuntut Rusia akui tanggung jawab via ICC Den Haag. Uni Eropa, via Josep Borrell, sebut ini “serangan pada kebebasan pers”, tambah sanksi media Rusia. Di AS, Sekjen PBB Antonio Guterres puji Lallican sebagai “penjaga kebenaran”, desak gencatan sementara untuk evakuasi jurnalis.
CPJ dan Reporters Without Borders (RSF) gelar konferensi virtual Jumat malam, tuntut Ukraina perkuat protokol keselamatan—seperti zona media aman dan pelatihan drone evasion. RSF catat 120 jurnalis tewas global tahun ini, 40% di zona perang. Di Ukraina, Presiden Zelenskyy kunjungi lokasi Sabtu, janji medali poshum untuk Lallican dan bantuan keluarga. Rusia, via Kementerian Luar Negeri, tolak tuduhan: “Jurnalis ikut tentara, jadi target sah.” Respons ini picu demo di Paris dan Berlin, ribuan march dengan spanduk “Jurnalis Bukan Target”. Saat pemakaman Lallican direncanakan Senin di Lyon, seruan bergaung: butuh konvensi internasional baru lindungi pers di perang modern.
Kesimpulan
Kematian Antoni Lallican di bawah serangan drone Rusia jadi luka baru bagi jurnalisme global—pengingat pahit bahwa di Donbas, kebenaran punya harga nyawa. Dari karirnya yang penuh cerita heroik hingga respons dunia yang tegas, insiden ini dorong perubahan: protokol lebih aman, sanksi lebih keras, dan pengakuan bahwa jurnalis adalah garis pertahanan demokrasi. Saat perang Ukraina lanjut, warisan Lallican tak pudar—fotonya akan terus bicara, ingatkan kita jangan biarkan suara hilang. Di era drone dan propaganda, profesi ini butuh pelindung lebih baik; semoga kematiannya jadi katalis, bukan akhir cerita.