kata-kata-presiden-palestina-saat-diwawancarai-media-israel

Kata-kata Presiden Palestina Saat Diwawancarai Media Israel. Dalam langkah yang jarang terjadi, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas memberikan wawancara eksklusif kepada media Israel untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun. Wawancara itu tayang di Channel 12 pada Kamis malam, 9 Oktober 2025, tepat di tengah hembusan angin perdamaian yang rapuh pasca-kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Abbas, yang berusia 89 tahun dan sudah memimpin Palestina sejak 2005, bicara blak-blakan soal harapan damai, reformasi internal, dan kritik halus terhadap konflik yang berkepanjangan. “Saya berharap perdamaian akan menang,” katanya dengan nada tegas tapi penuh haru, menjawab pertanyaan jurnalis Israel yang jarang ia hadapi langsung. Momen ini datang setelah lebih dari dua tahun perang Gaza yang tewaskan puluhan ribu nyawa, dan kesepakatan ceasefire baru yang difasilitasi AS-Qatar-Mesir. Bagi kedua belah pihak, kata-kata Abbas ini seperti jembatan tipis di atas jurang, penuh potensi tapi juga risiko—apakah ini awal dialog baru atau sekadar gema sementara? BERITA TERKINI

Latar Belakang Wawancara yang Langka: Kata-kata Presiden Palestina Saat Diwawancarai Media Israel

Wawancara Abbas dengan Channel 12 ini bukan kebetulan, tapi hasil negosiasi panjang di balik layar yang melibatkan mediator internasional. Sejak Oktober 2023, ketika konflik Gaza meletus lagi, Abbas jarang bicara langsung ke publik Israel, lebih pilih forum Arab atau PBB untuk sampaikan pesan. Tapi dengan kesepakatan ceasefire yang baru disahkan 10 Oktober 2025—termasuk penarikan pasukan Israel dari sebagian Gaza dan pelepasan sandera—pintu dialog terbuka sedikit. Abbas, yang tinggal di Ramallah di Tepi Barat, setuju wawancara ini sebagai “sinyal kemanusiaan”, menurut sumber dekatnya, untuk tunjukkan bahwa Palestina siap berdamai jika Israel hentikan ekspansi pemukiman.

Ini wawancara pertamanya dengan media Israel sejak 2010, ketika ia bicara ke Channel 2 soal negosiasi Oslo yang gagal. Saat itu, Abbas tekankan dua negara solusi, tapi kini nada bicaranya lebih mendesak, mencerminkan kelelahan generasi lamanya. Jurnalis Channel 12, yang dikenal kritis terhadap Netanyahu, tanya soal Gaza, reformasi PA, dan hubungan dengan Hamas—topik sensitif yang Abbas jawab dengan campur antara optimisme dan sindiran. Wawancara ini tayang hanya 24 jam setelah Abbas bertemu aktivis perdamaian Israel di Yerusalem, menambah konteks bahwa ia ingin jangkau audiens di seberang garis hijau. Di Palestina, wawancara ini disambut campur aduk: dukungan dari Fatah, tapi kritik dari faksi muda yang anggap Abbas terlalu lunak.

Kata-kata Kunci Abbas yang Menyentuh Hati: Kata-kata Presiden Palestina Saat Diwawancarai Media Israel

Abbas tak buang waktu untuk sampaikan pesan utama: harapan perdamaian yang tulus. “Ini momen bersejarah,” katanya soal kesepakatan Gaza, berharap itu jadi akhir kekerasan dan awal stabilitas. Ia puji inisiatif AS di bawah Biden sebagai “koordinasi positif”, dan ungkap bahwa PA sudah mulai reformasi internal—like pemilu parlemen yang tertunda—dengan bantuan Washington. “Kami ingin negara Palestina yang merdeka, berdampingan dengan Israel dalam damai,” tegasnya, mengulang komitmen dua negara solusi yang sudah 30 tahun usianya tapi kini terasa jauh.

Tapi Abbas tak ragu kritik: ia sebut ekspansi pemukiman Israel di Tepi Barat sebagai “penghalang utama”, dan tuduh Netanyahu prioritaskan politik daripada rakyat. Soal Hamas, Abbas bilang PA siap kerjasama jika mereka akui otoritas Palestina, tapi tekankan bahwa “kekerasan tak pernah jawab masalah”. Kata-katanya soal Gaza paling mengharukan: “Anak-anak Gaza butuh sekolah, bukan bom. Mari kita bangun masa depan bersama.” Nada santainya saat cerita kenangan masa kecil di Safed—kota yang kini di Israel—buat wawancara terasa pribadi, bukan cuma politik. Ia bahkan bercanda soal usianya: “Saya sudah tua, tapi perdamaian tak kenal umur.” Pesan ini langsung viral di media sosial, dengan klip YouTube capai jutaan views dalam semalam.

Dampak Wawancara dan Reaksi dari Kedua Pihak

Dampak wawancara ini langsung terasa di kedua sisi. Di Israel, Perdana Menteri Netanyahu respons dingin, sebut Abbas “tak relevan” karena tak kuasai Gaza, tapi oposisi seperti Yair Lapid puji sebagai “suara moderat yang layak didengar”. Di kalangan masyarakat Israel, survei cepat tunjuk 45 persen responden setuju dialog lebih lanjut, naik dari 30 persen bulan lalu. Di Palestina, Abbas dapat dukungan dari 60 persen warga Ramallah, tapi kelompok muda seperti Palestinian Youth Movement kritik ia “terlalu akomodatif” terhadap Israel. Internasional, Sekjen PBB Antonio Guterres sebut ini “langkah berani”, sementara AS janji tambah bantuan US$200 juta untuk rekonstruksi Gaza jika dialog lanjut.

Reaksi media campur: Al Jazeera puji Abbas sebagai “suara Palestina yang tegas”, sementara Haaretz Israel analisis kata-katanya sebagai “ajakan halus untuk tekan Netanyahu”. Secara keseluruhan, wawancara ini buka celah kecil untuk negosiasi fase dua ceasefire, termasuk pembicaraan tentang perbatasan permanen. Tapi tantangan tetap: Hamas tolak komentar Abbas soal kerjasama, dan pemukiman baru di Tepi Barat terus bertambah. Momen ini ingatkan bahwa kata-kata bisa jadi jembatan, asal diikuti aksi.

Kesimpulan

Kata-kata Presiden Mahmoud Abbas di wawancara Channel 12 pada 9 Oktober 2025 jadi titik terang di tengah kegelapan konflik Palestina-Israel yang panjang. Dari harapan damai dan reformasi hingga kritik tajam tapi bijak, ucapannya tunjukkan visi kemanusiaan yang tak pudar meski usia lanjut. Dampaknya langsung redam ketegangan sementara, tapi jelas: perdamaian butuh lebih dari wawancara—ia butuh komitmen kedua pihak. Bagi Palestina dan Israel, momen ini undangan untuk langkah selanjutnya, di mana dialog bisa ganti peluru. Di wilayah yang haus kedamaian, Abbas ingatkan bahwa suara moderat masih punya tempat—dan harapan, meski rapuh, tetap hidup.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *