Palestina Sebut Pidato Netanyahu di PBB Omong Kosong. Pada 26 September 2025, pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Sidang Umum PBB ke-80 di New York memicu gelombang protes global. Lebih dari 100 delegasi dari 50 negara berjalan keluar saat Netanyahu naik podium, meninggalkan aula yang hampir kosong kecuali tamu undangan Israel. Pidato itu, yang disiarkan melalui pengeras suara di perbatasan Gaza, menegaskan tekad Israel untuk “menyelesaikan pekerjaan” melawan Hamas di Gaza, sambil mengecam pengakuan negara-negara Barat atas Palestina sebagai “penghinaan” yang mendorong terorisme. Respons dari pihak Palestina datang cepat: otoritas Gaza yang dikelola Hamas menyebut pidato itu “penuh kebohongan dan kontradiksi mencolok,” sebuah upaya putus asa untuk membenarkan kejahatan perang dan genosida. Di tengah korban jiwa Gaza yang melebihi 65.000 sejak Oktober 2023, peristiwa ini menyoroti jurang semakin lebar antara narasi Israel dan dunia, dengan sidang PBB yang seharusnya jadi forum damai justru jadi panggung konfrontasi. BERITA BASKET
Mengenal Siapa Itu Netanyahu: Palestina Sebut Pidato Netanyahu di PBB Omong Kosong
Benjamin Netanyahu, sering disebut Bibi, adalah politisi Israel paling berpengaruh sekaligus paling kontroversial. Lahir di Tel Aviv pada 1949, ia tumbuh di AS dan Israel, bergabung dengan pasukan elit IDF sebagai kapten, lalu lulus arsitektur dari MIT. Karier politiknya melejit di tahun 1980-an sebagai duta besar Israel di PBB, di mana ia sudah dikenal dengan pidato-pidato api yang menyerang musuh-musuh Israel. Sejak 1996, Netanyahu memimpin Likud, partai sayap kanan, dan menjabat perdana menteri terlama dalam sejarah Israel—total lebih dari 16 tahun, termasuk periode saat ini sejak 2022.
Gaya kepemimpinannya tegas, fokus pada keamanan nasional, tapi sering dikritik karena otoriter. Netanyahu mendorong ekspansi pemukiman di Tepi Barat, menolak solusi dua negara, dan memperkuat aliansi dengan AS di bawah Trump. Saat ini, ia hadapi tuntutan korupsi yang menunda persidangannya, serta protes domestik atas penanganan perang Gaza. Pidato PBB-nya tahun ini, lengkap dengan peta “Kutukan Iran” dan kode QR footage 7 Oktober, mencerminkan gaya khasnya: defensif, visual, dan penuh tuduhan. Bagi pendukung, ia pahlawan yang lindungi Israel dari ancaman eksistensial; bagi kritikus, ia pemimpin yang perpanjang konflik untuk bertahan politik.
Apa Isi Pidato dari Netanyahu di PBB
Pidato Netanyahu berdurasi sekitar 30 menit, penuh visual aids seperti peta dan tanda, menekankan narasi kemenangan Israel pasca-serangan Hamas 7 Oktober 2023. Ia gambarkan hari itu sebagai “hari tergelap” Israel, di mana 1.200 orang tewas dalam “kekejaman tak terbayangkan,” tapi kini Israel alami “kemenangan militer paling menakjubkan dalam sejarah.” Netanyahu janji hapuskan sisa-sisa Hamas di Gaza City, yang katanya bersumpah ulangi serangan itu, dan tuntut pembebasan sandera—beberapa di antaranya mungkin dengar pidato via siaran di Gaza.
Bagian inti kritiknya ke Iran dan proksinya: ia tunjuk peta “Kutukan” yang hubungkan Hizbullah, Hamas, dan Houthi sebagai “lingkaran kematian” di leher Israel. Netanyahu puji operasi Israel di Suriah dan Lebanon sebagai langkah de-eskalasi, tapi tegas tolak negara Palestina. Pengakuan oleh Prancis, Inggris, Australia, Kanada, dan lainnya disebut “tanda malu” yang beri hadiah pada “teroris paling biadab.” Ia sebut solusi dua negara “kegilaan murni” dan “bunuh diri nasional,” tegas: “Kami tak biarkan dunia selipkan negara teroris ke leher kami.” Pidato tutup dengan pujian ke Trump atas dukungan anti-antisemitisme, dan janji Israel tak goyah meski dunia “menyerah tekanan.” Aula yang kosong dan walkout jadi latar dramatis, dengan tepuk tangan hanya dari tamu Israel.
Kenapa Palestina Sebutkan Pidato Ini Banyak Omong Kosong
Pihak Palestina, khususnya otoritas Gaza di bawah Hamas, sebut pidato Netanyahu “omong kosong” karena dianggap penuh kebohongan yang abaikan realitas Gaza. Kantor media Gaza bilang pidato itu “penuh kebohongan dan kontradiksi mencolok,” upaya putus asa benarkan genosida dan kejahatan perang Israel yang tewaskan 65.000 orang—mayoritas sipil—dalam 23 bulan perang. Netanyahu klaim “kemenangan menakjubkan,” tapi Palestina soroti kehancuran Gaza: 80% bangunan hancur, kelaparan massal, dan invasi Gaza City yang perintahkan evakuasi 300.000 orang ke “zona aman” yang justru dibom.
Kontradiksi lain: Netanyahu tuntut sandera dibebaskan, tapi tolak gencatan senjata yang bisa selamatkan nyawa mereka, seperti kata keluarga sandera Israel yang kritik pidato sebagai “pelecehan psikologis.” Tuduhan “teroris paling biadab” ke Palestina abaikan konteks pendudukan, blokade, dan pemukiman ilegal yang dorong perlawanan. Walkout delegasi—termasuk dari negara pengakui Palestina—lihatkan isolasi Israel, yang Netanyahu balik jadi narasi korban. Bagi Palestina, pidato ini bukan dialog damai, tapi propaganda yang perpanjang penderitaan, abaikan tuntutan PBB untuk tarik mundur dan akui negara Palestina. Mahmoud Abbas, via video kemarin, ulangi siap damai tanpa Hamas, tapi Netanyahu abaikan itu sepenuhnya.
Kesimpulan: Palestina Sebut Pidato Netanyahu di PBB Omong Kosong
Pidato Netanyahu di PBB 2025 jadi simbol jurang tak terjembat antara Israel dan Palestina, di mana walkout dan tuduhan saling lempar tunjukkan diplomasi global di ujung tanduk. Dengan Gaza hancur dan pengakuan Palestina capai 157 negara, tekanan internasional makin kuat, tapi tekad Netanyahu untuk “selesaikan pekerjaan” janjikan eskalasi lebih lanjut. Bagi Palestina, ini omong kosong yang tutupi genosida; bagi Israel, pertahanan hak hidup. Ke depan, pertemuan Netanyahu-Trump minggu depan bisa tentukan arah, tapi tanpa dialog sungguhan, siklus kekerasan ini takkan berhenti. Dunia butuh lebih dari pidato—ia butuh aksi untuk damai yang adil bagi kedua pihak.