Xi Jinping Capai Kesepakatan Dagang dengan Trump. Pada 30 Oktober 2025, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencapai kesepakatan dagang sementara yang menandai titik terang dalam perang tarif dua tahun terakhir. Pertemuan dua hari di sela-sela forum ekonomi Asia-Pasifik di Singapura menghasilkan janji bersama untuk menurunkan tarif impor sebesar 25% pada barang-barang utama seperti elektronik dan pertanian, serta membuka akses pasar untuk ekspor kedua negara. Trump menyebutnya sebagai “kesepakatan besar yang adil bagi Amerika”, sementara Xi menekankan komitmen untuk “kemitraan saling menguntungkan”. Pengumuman ini datang setelah serangkaian negosiasi alot, di mana AS menuntut pengurangan subsidi industri China dan perlindungan kekayaan intelektual, sementara Beijing meminta akhir pada pembatasan teknologi. Meski detail lengkap masih dirahasiakan, kesepakatan ini langsung memicu lonjakan pasar saham global, dengan indeks Shanghai naik 3% dan Dow Jones menyusul. Di tengah ketegangan geopolitik, langkah ini bukan hanya soal uang, tapi juga upaya meredakan friksi yang mengancam pertumbuhan dunia. INFO CASINO
Latar Belakang Negosiasi yang Panjang: Xi Jinping Capai Kesepakatan Dagang dengan Trump
Perang dagang AS-China dimulai pada 2018, ketika Trump memberlakukan tarif atas miliaran dolar impor dari China untuk menekan ketidakseimbangan perdagangan yang mencapai 400 miliar dolar per tahun. China membalas dengan tarif serupa pada kedelai dan daging sapi AS, memukul petani Midwest. Setelah jeda singkat pada 2020, ketegangan kembali memanas dengan pembatasan ekspor chip semikonduktor AS ke perusahaan China, yang memicu kekurangan global selama pandemi. Xi, yang memimpin upaya diversifikasi rantai pasok, melihat kesepakatan ini sebagai cara untuk stabilkan ekonomi domestik yang melambat akibat properti krisis. Trump, di masa jabatan keduanya, menggunakan ancaman tarif baru 60% sebagai tuas, terutama setelah kunjungan ke Asia di mana ia kritik “praktik curang” Beijing. Pertemuan di Singapura difasilitasi oleh mediator netral, dengan sesi maraton yang berlangsung hingga dini hari. Latar belakang ini mencerminkan dinamika kekuatan: AS ingin kurangi ketergantungan pada manufaktur China, sementara Beijing butuh akses pasar untuk jaga lapangan kerja di sektor ekspor. Tanpa kesepakatan, proyeksi IMF memperingatkan kontraksi PDB global hingga 1%, membuat tekanan dari kedua ibu kota tak terelakkan.
Detail Kesepakatan dan Komitmen Utama: Xi Jinping Capai Kesepakatan Dagang dengan Trump
Kesepakatan mencakup empat pilar utama yang disepakati secara tertulis. Pertama, penurunan bertahap tarif: AS akan potong 25% pada impor elektronik dan tekstil China senilai 200 miliar dolar dalam enam bulan, sementara China balas dengan nol tarif pada kedelai dan daging AS. Kedua, perlindungan kekayaan intelektual: Beijing janji perkuat undang-undang anti-pencurian paten, dengan mekanisme arbitrase bersama untuk sengketa perusahaan AS. Ketiga, akses pasar: China buka sektor keuangan lebih lebar untuk bank AS, dan AS izinkan ekspor rare earth China tanpa kuota ketat, yang krusial untuk baterai kendaraan listrik. Keempat, mekanisme pengawasan: panel bilateral akan pantau kepatuhan setiap tiga bulan, dengan sanksi otomatis jika pelanggaran terbukti. Trump soroti klausul “beli besar” di mana China komit beli 50 miliar dolar barang AS tambahan per tahun. Xi tambahkan elemen lingkungan, di mana kedua negara janji kurangi emisi karbon dalam rantai pasok bersama. Detail ini, meski belum dirinci sepenuhnya, menunjukkan kompromi: AS dapatkan konsesi struktural, China dapatkan jeda tarif yang bebani eksportir kecilnya.
Reaksi Pasar, Politik, dan Dampak Regional
Pasar langsung merayakan: indeks saham China dan AS naik tajam, dengan nilai perusahaan teknologi seperti pembuat chip melonjak 5-7%. Petani AS di Iowa sudah rencanakan panen kedelai ekstra, sementara pabrik di Guangdong bernapas lega atas akhir tarif. Secara politik, di AS, Republikan puji Trump sebagai “pembuat kesepakatan ulung”, tapi Demokrat kritik kurangnya pengawasan ketat terhadap subsidi China. Di China, media resmi sebut ini “kemenangan diplomasi Xi”, meski nasionalis online khawatir “penyerahan” pada tekanan AS. Regional, negara ASEAN seperti Vietnam dan Indonesia khawatir alihkan investasi manufaktur mereka, karena kesepakatan ini stabilkan rantai pasok AS-China. Uni Eropa, yang terjepit di tengah, sambut baik tapi desak inklusi aturan lingkungan lebih kuat. Dampaknya luas: harga konsumen AS bisa turun 2-3% untuk barang impor, tapi risiko baru muncul jika pelanggaran terjadi, seperti blokade ekspor lagi. Secara keseluruhan, reaksi positif mendominasi, tapi analis ingatkan ini kesepakatan fase satu—fase dua soal teknologi bisa lebih alot.
Kesimpulan
Kesepakatan dagang Xi-Trump adalah jeda berharga di tengah badai perdagangan global, membuka pintu untuk pertumbuhan bersama tanpa janji abadi. Dengan penurunan tarif dan komitmen saling menguntungkan, kedua pemimpin tunjukkan bahwa diplomasi bisa kalahkan proteksionisme, meski tantangan seperti kekayaan intelektual tetap mengintai. Bagi AS, ini kemenangan domestik bagi Trump; bagi China, alat stabilkan ekonomi Xi. Dunia, yang bergantung pada perdagangan keduanya, berharap ini awal era kerjasama, bukan akhir perang dingin ekonomi. Yang pasti, pada 30 Oktober 2025 ini, pasar bernyanyi, tapi mata tetap waspada—kesepakatan bagus, tapi implementasi yang menentukan nasib.